Senin, 14 Februari 2011

Abortus

Posted by Scherly Oktaviani at 10.20
tugas kelompok 3A

1. Defenisi
Terdapat berbagai pengertian dari abortus, diantaranya yaitu:
• Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar
Anak baru mungkin dapt hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak yang kurang dari 500 gram(Sarwono, 2007)
• Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur kehamilan kurang dari 28 minggu (IKPK dan KB, 1992).
• Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002).
2. Angka Kejadian
Angka kejadiannya abortus ini yaitu sekitar 75 % dari seluruh kejadian abortus adalah abortus spontan, selebihnya adalah abortus yang disengaja. 8% abortus spontan terjadi pada kehamilan < 12 mg. (Sarwono, 2007)

Angka kejadian dipengaruhi oleh berbagai faktor : Usia ibu, faktor yang berkaitan dengan riwayat kehamilan : Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya, kejadian abortus sebelumnya, kejadian lahir mati sebelumnya serta kelainan genetik orang tua
3. Etiologi
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor yang berpengaruh adalah : (Sarwono, 2007)
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan, gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
1. Faktor kromosom terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks
2. Faktor lingkungan endometrium terjadi karena endometrium belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi.selain itu juga karena gizi ibu yang kurang karena anemia atau terlalu pendeknya jarak kehamilan.
3. Pengaruh luar
• Infeksi endometrium
• Hasil konsepsi yang dipengaruhi oleh obat dan radiasi
• Faktor psikologis
• Kebiasaan ibu (merokok, alcohol, kecanduan obat)

b. Kelainan plasenta
1. Infeksi pada plasenta
2. Gangguan pembuluh darah
3. Hipertensi dimana dapat menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga terjadi keguguran
c. Penyakit ibu
1. Penyakit infeksi seperti tifus abdominalis, malaria, pneumonia dan sifilis
2. Anemia
3. Penyakit menahun seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, DM
d. Kelainan rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin, dijumpai dalam keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, cervik inkompeten, bekas operasi pada servik, robekan servik postpartum.
e. Meningkatnya paritas dan usia ibu


4. Klasifikasi Abortus

1. Berdasarkan kejadiannya
a. Abortus spontan terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri
b. Abortus buatan sengaja dilakukan sehingga kehamilan diakhiri. Upaya menghilangkan konsepsi dapat dilakukan berdasarkan :
• Indikasi medis
Yaitu menghilangkan kehamilan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu. Indikasi tersebut diantaranya adalah penyakit jantung, ginjal, atau penyakit hati berat dengan pemeriksaan ultrasonografi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim.
• Indikasi social
Pengguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek social, menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin punya anak, jarak kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk hamil dan kehamilan yang tidak diinginkan.


2. Berdasarkan pelaksanaanya
• Abortus buatan teraupetik. Dilakukan oleh tenaga medis secara legalitas berdasarkan indikasi medis
• Abortus buatan illegal yang dilakukan tanpa dasar hokum atau melawan hokum (Abortus Kriminalis).
3. Berdasarkan gambaran klinis
• Keguguran lengkap (abortus kompletus) yaitu semua hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya.
• Keguguran tidak lengkap (abortus inkompletus) yaitu sebagian hasil konsepsi masih tersisa dalam rahim yang dapat menimbulkan penyulit.
• Keguguran mengancam (abortus imminen) yaitu abortus ini baru dan masih ada harapan untuk dipertahankan.
• Keguguran tak terhalangi (abortus insipien) yaitu abortus ini suadah berlangsung dan tidak dapat dicegah atau dihalangi lagi.
• Keguguran habitualis, abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi sekurang-kurangnya 3 kali.
• Keguguran dengan infeksi (abortus infeksiousus) yaitu keguguran yang disertai infeksi sebagian besar dalam bentuk tidak lengkap dan dilakukan dengan cara kurang legeartis.
• Missed abortion yaitu keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.
• Abortus habitualis yaitu terjadinya abotrus tiga kali berturut-terut atau lebih.
(http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/09/asuhan-keperawatan-abortus.html)

5. Potofisiologi
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2.
Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya :
1. Sedikit-sedikit dan berlangsung lama
2. Sekaligus dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan
3. Akibat perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi coliaries belum menembus decidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 9-14 minggu, penembusan sudah lebih dalam sehingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan lebih dahulu dari plasenta.
Kejadian abortus akan meningkat pada umur yang terlalu muda karna endometrium masih belum sempurna. Begitu juga dengan usia diatas 35 tahun, karna tumbuh endometrium yang kurang subur. Pendapat lain menyatakan bahwa semakin tua usia wanita, maka usia sel telur akan semakin tua, sehinnga materi genetik yang tersimpan dalam sel telur akan cenrdung menurun fungsinya. Hal ini akan memperbesar resiko terjadinya kelainan genetik. (Sarwono, 2007).
Selain itu terdapat pula sumber yang menjelaskan tentang mekanisme abortus, yiatu sebagai berikut :

 Mekanisme awal abortus : lepasnya sebagian atau seluruh embrio akibat perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut kontraksi uterus dan mengawali proses abortus mekanisme abortus
 Kehamilan < 8 minggu
Kehamilan < 8minggu : Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
 Kehamilan 8 – 14 minggu
Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam berlebihan.
 Kehamilan minggu ke 14 – 22
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak perlu evakuasi uterus. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol.

6. Gejala Klinis
(Manuaba, 1997)
a. Abortus Imminen :
1. Terdapat keterlambatan datang bulan
2. Terdapat perdarahan, disertai sakit perut atau mules
3. Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim
4. Hasil periksa dalam terdapat perdarahan dari kanalis servikalis, dan kanalis servikalis masih tertutup, dapat dirasakan kontraksi otot rahim
5. Hasil pemeriksaan tes kehamilan masih positif
b. Abortus Insipien :
1. Perdarahan lebih banyak
2. Perut mules atau sakit lebih hebat
3. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba
c. Abortus Inkomplit :
1. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
2. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
3. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
4. Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma)
d. Abortus Kompletus :
1. Uterus telah mengecil
2. Perdarahan sedikit
3. Canalis servikalis telah tertutup
e. Missed Abortion :
1. Rahim tidak membesar, tapi mengecil karena absorbsi air ketuban dan maserasi janin
2. Buah dada mengecil kembali
6. Diagnosis Abortus
1. Diagnosis abortus imminens
– Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang. Perdarahan ringan
membutuhkan waktu lebih 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain
bersih.
– Serviks tertutup.
– Uterus sesuai dengan usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram perut bawah dan uterus lunak.
2. Diagnosis abortus insipien
– Perdarahan sedang hingga masif (banyak). Perdarahan berat membutuhkan
waktu kurang 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain bersih.
– Serviks terbuka.
– Uterus sesuai usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan belum terjadi ekspulsi hasil
konsepsi.
3. Diagnosis abortus inkomplit
– Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
– Serviks terbuka.
– Uterus sesuai usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan ekspulsi sebagian hasil konsepsi.
4. Diagnosis abortus kompletus
– Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
– Serviks tertutup atau terbuka.
– Uterus lebih kecil dari usia kehamilan normal
– Gejala / tanda : sedikit atau tanpa nyeri perut bawah, dan riwayat ekspulsi hasil konsepsi.
5. Diagnosis Missed abortion
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mamma agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
6. Diagnosis abortus Habitualis
Diagnosis untuk abortus ini dapat diketahui melalui anamnesa.
(http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/abortus/)

7. Penatalaksanaan
(Obstetric Patologi, 1990 dan Sarwono, 2007)
a. Penatalaksanaan abortus imminens :
1. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.
2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
3. Jika perdarahan :
– Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika
perdarahan terjadi lagi.
– Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan
konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut,
khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
4. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya
salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah
abortus.
b. Penatalaksanaan abortus Insipien
1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi
vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
– Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila
perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila
perlu).
– Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
– Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
– Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
c. Penatalaksanaan abortus inkomplit :
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per
oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16
minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :
– Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual
tidak tersedia.
– Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3. Jika kehamilan lebih 16 minggu :
– Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik
atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi.
– Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
– Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d. Penatalaksanaan abortus komplit :
1. Tidak perlu evaluasi lagi.
2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
5. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut
e. Penatalaksanaan Missed abortion
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.

f. Penatalaksanaan Abortus Habitualis
o Perbaiki KU
o Pemberian makanan yang sempurna
o Anjuran istirahat yang cukup
o Terapi dengan hormone progesterone, vitamin, dan hormone tiroid.

8. Komplikasi Akibat Abortus
(Sarwono, 2007)
1. Perforasi Dalam .
Melakukan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan digunakan tekanan berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri.
Apabila jaringan serviks kerasdan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
3. Pelekatan pada kavum uteri.
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
4. Perdarahan.
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
5. Infeksi.
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.
6. Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulakan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, enek, muntah dan diare.
Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin:
Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.
Secara garis besar tindakan abortus sangat berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada keduanya.

Baca Juga...^^Related Post



0 comments:

Posting Komentar

Tukar link yukk...

 

❤✿ CheeliCious ✿❀ Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Online Shop Vector by Artshare