Senin, 14 Februari 2011

Masalah Perdarahan Post Partum ( tugas ASKEB IV)

Posted by Scherly Oktaviani at 09.47
MASALAH PERDARAHAN POST PARTUM

Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir ( Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998 ).
Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah leih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi ( Williams, 1998 ).
Perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir disebut perdarahan postpartum yang lambat, biasanya disebabkan oleh jaringan plasenta yang tertinggal.
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahan postpartum

Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2. Late postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.

Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh persalinan. Bedasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri ( 50 – 60% ).
2. Retensio plasenta ( 16 – 17% ).
3. Sisa plasenta ( 23 – 24% ).
4. Laserasi jalan lahir ( 4 – 5% ).
5. Kelainan darah ( 0,5 – 0,8% ).

1. Atonia Uteri
a. Pengertian
Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Dimana uterus tidak berkontraksi dengan baik setelah persalinan. (Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)




b. Gejala
Gejala yang selalu ada :
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek
• Perdarahan segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ).
Gejala yang kadang-kadang ada:
• Syok
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

c. Penyebab Atonia Uteri
• Proses persalinan yang lama
• Pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar
• Persalinan yang sering ( multiparitas )
• Anestesi yang dalam.
• Anestesi Lumbal
(Sarwono, 2007)
Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
.
d. Pencegahan atonia uteri.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim. (Sarwono, 2007)
Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.

e. Penanganan Atonia Uteri
 Penanganan Umum
• Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
• Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
• Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
• Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:.
• Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
• Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
• Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
• Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
• Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadarHemoglobin:
Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;

 Penanganan Khusus
• Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
• Teruskan pemijatan uterus. Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
• Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
• Jika uterus berkontraksi. Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
• Jika uterus tidak berkontraksi maka, bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
• Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
• Jika perdarahan terus berlangsung:
 Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap.
 Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.
 Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
• Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:
 Kompresi bimanual internal atau
 Kompresi aorta abdominalis.
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
• Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin.
• Jika uterus tetap tidak berkontraksi maka rujuk segera.
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

6. Uterotonika
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
Jenis dan cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara pemberian awal I.V: Infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologis, 60 tts per menit
I.M.: 10 menit I.M atau I.V perlahan 0,2 mg Oral 600 mcg atau rektal 400 mcg
Dosis lanjutan I.V: Infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologis, 40 tts per menit Ulangi 0,2 mg I.M setelah 15 menit
Jika masih diperlukan beri I.M/I.V setiap 2-4 jam 400 mcg 2-4 jam setelah dosis awal
Dosis maksimal per hari Tidak lebih dari 3 liter larutan dengan oksitosin Total 1mg atau 5 dosis Total 1200 mcg atau 3 dosis
Kontraindikasi Tidak boleh memberi I.V secara cepat atau bolus Preelamsi, Vitium kordis, Hipertensi Nyeri kontraksi asma
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
7. Kompresi Bimanual
Kompresi bimanual dilakukan jika terjadi atonia pasca persalian. Cara melakukan :
a. Kompresi bimanual Internal
• Masukakan tangan secara obsetrik ke dalam lumin vagina, ubah menjadi kepalan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking pada fornix anterior dan dorong segmen bawah rahim ke kranio anterior
• Upayakan tangan luar mencakup bagian belakang korpus uteri sebanyak mungkin
• Lakukan kompresi uterus dengan mendekatka telapak tangan luar dan kepalan tangan dalam
• Tetap berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi
• Jika uterus sudah mulai berkontraksi, pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik, dan secara perlahan lepaskan tagan Anda, lalu lanjutkan memantau Ibu secara ketat
• Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit
 Lakukan kompresi bimanual eksterna oleh asisten atau anggota keluarga. Sementara itu lakukan:
 Berikan ergometrin 0,2 IM
 Pastikan infus dengan 20 unit oksitosin dalam 1 liter cairan IV (NaCl atau RL) 60 tetes permenit berjalan baik dan metil ergometrin 0,4 mg, tambahan misoprostol jika diperlukan
b. Kompresi Bimanual Eksterna
• Lakukan kompresi uterus denga cara menekan dinding belakang uterus dan korpus uteri diantara genggaman ibu jari dan keempat jari lain, serta dinding depan uterus dengan telapak tangan dan tiga jari lain
• Pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik jika perdarahan pervaginam berhenti
• Lanjutkan ke langkah berikut jika perdarahan belum berhenti
c. Kompresi Aorta Abdominalis
• Raba pulsasi arteri femoralis pada lipat paha
• Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk hingga kelingking pada umbilikus ke arah kolumna bertebralis dengan arah tegak lurus.
• Dengan tangan yang lain, raba pulsasi arteri femoralis untuk mengetahui cukup tidaknya kompresi:
 Jika pulsasi masih teraba, artinya tekaan kompresi masih belum cukup
 Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi arteri femoralis akan berkurang/terhenti
• Jika perdarahan pervaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan pemijatan uterus (dengan bantuan asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik
• Jika perdarahan masih berlanjut:
 Lakukan ligasi arteri uterina dan utero-ovarika
 Jika perdarahan mash terus banyak, lakukan histerektomi supravaginal
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

2. Retensio Placenta
a. Pengertian
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir 30 menit setelah janin lahir. (Sarwono, 2007)
b. Gejala
Gejala yang selalu ada : plasenta belu lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang – kadang timbul : tali pusat putus akibat raksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
c. Penyebab
Penyebab retensio plasenta :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
• Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
• Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
• Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
• Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus serosa atau peritoneum dinding rahim.
2. Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim ( akibat kesalahan penanganan kala III ) yang akan menghalangi plasenta keluar ( plasenta inkarserata ).
(Sarwono, 2007)
d. Penanganan
• Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah Ibu untuk mengedan. Jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut
• Pastikan kandung kemih sudah kosong, jika diperlukan lakukan kateterisasi
• Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III
• Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik, yang bisa memperlambat engeluaran plasent
• Jika plasenta belum dilahirkan setlah 30 menitpemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi lakukan PTT
• Jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual.
NB:
Plasenta yang melekat dengan kuatmungkin merpakan plasenta akreta. Usahakan untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat mengakibatkan perdarahan berat atau pervorasi uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.
• Jika perdarahan terus berlangsung lakukan uji pembekuan darah sederhana
• Jika terdapat tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

e. Manual Plasenta
Maual plasenta dilakukan bila plasenta tidak lahir setelah 1 jam bayi lahir. Prosedurnya yaitu:
• Kaji ulang indikasi
• Persetujuan tindakan medis
• Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus
• Berikan sedativ dan analgetika (misalnya petidin dan diazepam IV-jangan dicampur dalam spuit yang sama)
• Berikan antibiotika dosis tunggal (profilaksis)
 Ampisilin 2 gram IV ditambah metronidazole 500 mg IV
 Atau sefazolin 1 gram IV ditambah metronidazole 500 mg IV
• Pasang sarung tangan DTT
• Jepit tali pusat dengan kocher dan tegangkan sejajar dengan latai
• Masukkan tangan secara obstetrik dengan menelusuri bagian bawah tali pusat
• Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk ke dalam kavum uteri, sementaa itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus uetri, sekaligus untuk mencegah inverio uteri
• Dengan bagian lateral jari-jar tangan dicari insersi pinggir plasenta
• Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam, jari-jari dirapatkan
• Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
• Gerakan tanga kanan ke kiri dan ke kanan sambil brgeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan
• Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta akreta, dan siapkan laparatomi untuk histerektomi supravaginal
• Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
• Pindahkan tangan luar ke supra simphisis untuk menahan uterus saat plasentadikeluarkan
• Eksplorasi untu memastikan tidak ada bagian plasentayang masih melekat pada dinding uterus
• Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV 60 tetes per menit dan masase uterus untuk merangsag kontraksi
• Jika masih berdarah banyak, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau prostaglandin
• Periksa dan perbaiki robekan serviks, vagina atau episiotomi

Penanganan pasca tindakan:
• Pantau kesadaran, tensi, nadi, pernapasan setiap 30 menit selama 6 jam
• Tentukan tinggi fundus dan pastikan kontraksi tetap baik
• Teruskan infus dan berikan ransfusi darah bila perlu
(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

3. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. (Sarwono, 2007)

Pembagian inversio uteri :
a. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
b. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
c. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri ;
a. Spontan : grande multipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ).
b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri :
a. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
b. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversion uteri ; angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.

Gejala klinis inversio uteri :
a. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi stranguasi dan nekrosis.

b. Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2. Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada.

4. Perdarahan karena robekan serviks
Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit.
Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat dengan vulva.
Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah. Dalam melakukan jahtan jahtan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari cabang – cabang arteria uterine.

5. Perdarahan postpartum karena sisa plasenta
Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan ekksplorasi dari kavum uteri.
Potongan potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui, biasanya menimbulkan perdarahan postpartum lambat.
Kalau perdarahan banyak sebaiknya sisa – sisa plasenta ini segera dikeluarkan walaupun ada demam.

6. Robekan Jalan Lahir
Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.Gejala yang kadang – kadang timbul : pucat, lemah, menggigil.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulakn perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak mau berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan /perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
b. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam. Terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran panggul yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :
1) Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar (fundus uteri masih tinggi).
a. Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar (fundus uteri masih tinggi).
b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
2) Atonia uteri ( robekan jaringan lunak )
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus menerus, penangnanannya : ambil speculum dan cari robekan.
c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

Penatalaksanaan
Penanganan Retensio Plasenta
1. Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV – line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid ( sodium klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan ). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Tranfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0,9% ( normal saline ) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang ( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati – hati karena dinding rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda – tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.



7. Emboli Air Ketuban
Pengertian
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis yang dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan post partum atau edema pulmoner akut.
Etiologi
Faktor predisposisi
• Multiparitas
• Usia lebih dari 30 tahun
• Janin besar intrauteri
• Kematian janin intrauteri
• Menconium dalam cairan ketuban
• Kontraksi uterus yang kuat
• Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan ketuban:
• Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat pengukuran ( Hipotensi )
• Dyspnea
• Batuk
• Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
• Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
• Pulmonary edema.
• Cardiac arrest.
• Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.
• Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.)
Penatalaksanaan:
• Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).
• Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan .
• Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri.
• Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
• Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.
• Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme ..
• Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.
• Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
• Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.
• Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
• Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian trombosit.
• Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
• Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
• Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.

Baca Juga...^^Related Post



0 comments:

Posting Komentar

Tukar link yukk...

 

❤✿ CheeliCious ✿❀ Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Online Shop Vector by Artshare